Terminologi Scannography Angki Purbandono dalam Persfektif Psikoanalisis

A.Pendahuluan

Angki Purbandono adalah pelopor seni fotografi konseptual di Indonesia, ketertarikannya pada dunia fotografi dimulai ketika menjadi mahasiswa angkatan pertama di Modern School of Design (MSD) di tahun 1993, Risman Marah sebagai salah satu pengajar saat itu menjadi orang yang pertama kali mempengaruhinya untuk belajar fotografi secara serius. Akhirnya dia melanjutkan studi fotografi di Fakultas Seni dan Media Rekam, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada tahun berikutnya. Dalam proses studinya Angki tertarik pada fotografi konseptual, dimana fotografi sebagai medium untuk membaca, merekam, dan berinteraksi dengan realitas keseharian di sekitarnya dengan spesifikasi tentang mayoritas dan minoritas persoalan urban dengan output visual yang menjadi sebuah statemen atau presentasi terkini kepada publik. Namun saat itu aliran fotografi ini tidak digemari dan belum popular dikalangan seniman-seniman fotografi di Indonesia.


Melalui jejak keseniannya dalam fotografi konseptual telah membawa Angki menjadi salah satu seniman yang diundang dalam pameran The 4th Fukuoka Asian Art Triennale di Fukuoka Asian Art Museum, Jepang, dan mendapat beasiswa untuk belajar di Museum Nasional Seni di Seoul di Korea Selatan pada tahun 2005. Selama residency di Seoul dia menemukan ketertarikan untuk bereksplorasi dengan media Scannografi, sebenarnya teknik ini pernah dia dipelajari pada masa studi di Indonesia yaitu cetak kamar gelap fotogram, karena secara teknis keduanya mempunyai kesamaan dalam hal memproyeksikan objek menjadi visual dua dimensi.

Scannografi merupakan suatu alat yang digunakan untuk memindai suatu bentuk maupun sifat benda, seperti dokumen, foto, gelombang, suhu dan lain-lain. Hasil pemindaian itu pada umumnya akan ditransformasikan ke dalam komputer sebagai data digital. Teknologi ini bukan barang baru dalam seni visual, mengalami priode kurun waktu yang panjang, dimulai dari mesin X ray di tahun 1800 yang digunakan untuk keperluan medis, sampai akhirnya tercipta mesin scan pertama yaitu fotokopi. Pada tahun 1974, Sonia Landy Sheridan seniman asal Chicago telah bereksplorasi mengunakan mesin fotokopi yang menjadi cikal-bakal scanner untuk menciptakan karya seni, kemudian pada tahun 1993 akhirnya mesin scanner telah menjadi teknologi sempurna untuk memindai suatu objek dan menghasilkan gambar berwarna, sejak saat itu banyak seniman Amerika dan Eropa berkarya dengan media tersebut.

Scannografi juga dikategorikan sebagai media rekam, layaknya fotografi dan videografi yang berkerja untuk menghasilkan rekaman realita visual, lalu ditransformasikan keberbagai media cetak maupun digital. Ketertarikan angki pada media ini bukan hanya sebatas kemampuannya merekam suatu objek dan efek bayangan yang dihasilkannya, juga dilatarbelakangi naluri eksperimen terhadap karya seni yang merupakan suatu sistem proses kreatif untuk mempertahankan diri dalam berkesenian. Untuk menganalisa mekanisme tersebut dapat digunakan tiori psikoanalisis, suatu aliran dalam psikologi yang dikembangkan Simund Freud untuk mengenali gejala-gejala psikologis yang diakibatkan oleh kerusakan syaraf pada seseorang, menurut Freud nantinya gejala tersebut yang membuat seseorang melakukan proses kreatif yang tertuang dalam bentuk karya


“Versatile Quality Copier”Sonia Landy Sheridan, 1974

B. Bahasan

            Banyak hal yang menyebabkan proses kreatif pada seseorang, seperti fasilitas memadai sampai pada keterbatasan, namun hal yang paling dominan adalah aspek kejiwaan, karena dalam pembentukan kreatifitas tersebut ada imajinasi yang terpengaruh oleh kondisi kejiwaan, dan akhirnya membentuk kencendrungan karakter karya. Sering kita melihat kesedihan dalam sebuah karya seni, hal itu disebabkan kejiwaan pencipta sedang terganggu, namun juga ada yang menimbulkan kegembiraan, bisa dikatakan pencipta dalam kondisi kejiwaan sehat, pembentukan ini meruapakan cerminan atau representasi dari konflik kejiwaan seniman. Namun hal ini sebenarnya tidak disadari oleh seniman dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi, ketidaksadaran seniman bekerja melalui aktivitas penciptaan karyanya, dan merupakan pemenuhan secara tersembunyi atas hasratnya yang terkekang dalam ketidaaksadaran.

             Proses kreatif Angki melalui medium Scannografi merupakan hasil ketidaksadaran dari ketertarikannya terhadap eksperimen teknik visualisasi fotografi,  kemudian membawanya pada medium proyeksi objek tersebut, dan menjadi ciri khas karya-karyanya. Pemilihan Scannografi juga merupakan mekanisme pertahanan diri dalam berkesenian, Mekanisme pertahanan diri merupakan tindakan aktivitas tak sadar Ego yang merupakan tiga instansi penting yang menandai hidup psikis manusia, yakni  Id, Ego, dan  Superego. Ego berkembang sejak manusia berusia dua tahun, bersifat sadar manakala melakukan aktivitas sadar seperti persepsi lahiriah, persepsi batiniah, dan proses-proses intelektual, berlaku prasadar saat melakukan fungsi ingatan. Ada berbagai cara mekanisme pertahanan diri seperti, represi, regresi, fiksasi, identifikasi, proyeksi, penolakan, pengalihan, dan sublimasi misalnya mengatasi stres dengan liburan atau berolah raga. Digitalisasi global berdampak pada perkembangan dunia seni fotografi, saat ini begitu mudah bagi setiap orang mengoperasikan kamera, bahkan kamera yang sudah dikategorikan professional sekalipun. Memilih medium lain dalam menciptakan karya fotogafi merupakan alasan yang tepat bagi Angki, karena aliran seni yang ditekuninya ini terbilang langka, sehingga menepatkannya sebagai satu-satunya seniman Scannografi di Indonesia dan menjadi bagian mekanisme pertahanannya.

           
            Melihat karya-karya Scannografi Angki yang banyak mengeksplorasi foto-foto kuno yang dibelinya dapat dari pasar loak barang-barang bekas, memperjelas keinginannya mengukapkan realitas masa silam lewat artefak fotografi. Dalam konteks ini dia mencoba mengingat kembali kenangan-kenangan masa lalu, yang kemudian direprentasikan melalui simbol-simbol pendukung dengan memuat kontradiksi baru layaknya parodi. Hasil akhir karya-karyanya merupakan pengabungan beberapa objek yang terlihat saling tidak berhubungan satu sama lain, sehingga bisa dikategotikan dalam aliran surealisme, yang merupakan konsep besar aliran seni yang terpengaruh teori-teori Psikoanalisis, dimana memandang dunia yang tidak bisa dilihat lewat kasat mata, namun hanya dapat dilihat oleh metafisika.
ANGKI PURBANDONO
“SOLDIER” Neon Box Installasion 2011

       
ANGKI PURBANDONO
“Top Collection” Glamuth Paper 2010

             Lewat pendekatan Psikoanalisis yang memandang kondisi psikologis sering menjadi materi dalam karya, emosi sangat dominan dalam penciptaan karya seni, dan tidak akan pernah lepas dari kondisi mental manusia yang akan mendorong seseorang melakukan sesuatu yang disebut dengan proses kreatif, sehingga kondisi psikologis sering mempengaruhi nilai-nilai atau corak sebuah karya seni.


C.Landasan Teori Psikoanalisis

 Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh ilmuwan kelahiran Freiberg, Sigmund Freud (1856-1939) antara peralihan abad XIX ke XX. Pada periode ini pula dalam bidang sains  Albert Einstein  memperkenalkan Teori Relativitas dan Max Planck dengan Teori Quantum-nya. Invensi yang berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia hadir pula pada masa itu, di antaranya radio, radium, pesawat terbang, dan sinar X. Zaman ini memunculkan para jenius seperti Charles Darwin, fisikawan Herman von Helmholtz  yang menemukan prinsip kekekalan energi dan berpengaruh terhadap fisika modern, Louis Pasteur, Robert Koch, Gregor Mendel, Max Planck, James Maxwell, Heinrich Hertz,  Sir Josep Thomson, Josiah Gibbs, Rudolph Clausius, James Joule, Pierre dan Marie Curie, Lord Kelvin, Dmitri Mendeleyev, dan seterusnya

Freud dikenal sebagai pakar yang menghasilkan lima teori besar dalam psikologi, yakni Keadaan Kesadaran, Prasadar, Ketidaksadaran Jiwa, Libido, Id, Ego dan Superego. Tahap Perkembangan Psikoseksual, dan Mekanisme Pertahanan Diri  (Benson dan Grove, 2000:49-58). Teori-teorinya ini ternyata berpengaruh juga dalam pendidikan dan kesenian (lukis, sastra, dan film) modern. Hal-hal yang irrasional, serba kebetulan menjadi lahan eksperimen dalam proses kreatif seniman. Dunia batin berisi mimpi-mimpi dan khayalan yang sebelumnya dianggap absurd dan tidak logis mendorong seniman untuk mendalami dan mencari makna di dalamnya.
Teori dan teknik Freud yang membuatnya termasyhur adalah upaya penyembuhan mental pasiennya yang dikenal dengan istilah psikoanalisis, semenjak tahun 1896 dan pandangan mengenai peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Psikoanalisis secara umum berarti suatu pandangan baru tentang manusia, di mana ketidaksadaran memegang peranan sentral Prosedur yang dipergunakan dalam penyembuhan pasien secara psikoanalisis  –  terutama penderita neurosa namun bukan psikotik atau skizoprenik  adalah dengan metoda asosiasi bebas di mana pasien cukup bercerita terus terang apapun yang melintas di pikirannya untuk dicari represi ketidaksadaran yang menjadi sumber neurosa. Terapi Freud yang berbeda dengan psikiatri ortodoks terletak pada sebuah teori psikogenik mengenai neurosa bahwa gangguan mental ini bermula di dalam psike dengan aspek ketidaksadarannya dan bukan dalam pengalaman pribadi pasien.

Studi Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan pandangan-pandangan kritisnya tentang hal ini, bukunya yang berjudul “The Interpretation of Dreams” (1899)  adalah telaah intensif atas mimpi yang dilakukannya. Mimpi bagi Freud sejajar dengan gejala-gejala penderita neurosis dan interpretasi atasnya selalu mendukung hipotesisnya. Baginya mimpi adalah merupakan pemenuhan yang ersamar dan bersifat halusinasi atas keinginan-keinginan yang terpaksa ditekan. Bagian teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud adalah adanya kaitan antara distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau semacam ketidakjujuran Bersandarkan pada penelitian yang terawal, Freud mengemukakan tiga instansi psikis yang dimiliki manusia, yaitu  “ketidaksadaran”, “prasadar”, dan “kesadaran”. Struktur yang tak sadar atau ketidaksadaran (unconcious) meliputi apa yang terkena represi (proses psikis yang tak sadar di mana suatu pikiran atau keinginan yang dianggap tidak pantas disingkirkan dari kesadaran ke taraf tak sadar, termasuk di sini kecemasan). Yang prasadar (subconcious) dan kesadaran concious) membentuk suatu sistem dan bernama Ego. Aspek prasadar meliputi mimpi, “kesalahan ucap, dan lain-lain, sedangkan kesadaran adalah keadaan yang dimiliki manusia saat terjaga, Freud meralat teorinya tadi dengan mengungkapkan tiga instansi penting yang menandai hidup psikis manusia, yakni  Id, Ego, dan Superego. Perbaikan teori psikoanalisisnya yang terpenting adalah menyangkut narsisisme, struktur mekanisme mental, dan pengenalan terhadap pentingnya rangsangan agresif di samping rangsangan seksual. 

Id berkembang sejak lahir hingga usia dua tahun ,merupakan lapisan psikis yang paling dasar di mana cinta dan kematian berkuasa. Id bersifat primitif, tidak terkendali, dan emosional: “sebuah dunia yang tidak logis”. Naluri bawaan seperti seks, agresif, dan keinginan-keinginan yang direpresi berada di sini. Prinsip kesenangan mendominasi bagian ini sedangkan ruang, waktu, beserta logika yang berkenaan dengan hukum kontradiksi tidak berlaku. Dalam Id energi dipergunakan untuk memuaskan naluri melalui tindakan refleksi dan pemuasan keinginan segera.  Instansi Ego berkembang sejak berusia dua tahun beraktivitas di semua lapisan, bersifat sadar manakala melakukan aktivitas sadar seperti persepsi lahiriah, persepsi batiniah, dan proses-proses intelektual; berlaku prasadar saat melakukan fungsi ingatan; dan aktivitas tak sadar Ego dijalankan dengan mekanisme pertahanan (defence mechanisms). Mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan cara sublimasi (misalnya mengatasi stres dengan melukis atau olah raga), represi, regresi, fiksasi, identifikasi, proyeksi, penolakan, dan pengalihan (displacement). Mempertahankan keutuhan kepribadian dan adaptasi dengan lingkungan melalui prinsip realitas adalah peran utama Ego.

Instansi Superego (berkembang saat berusia tiga tahun dan dipengaruhi orang tua) dibentuk melalui internalisasi larangan atau perintah  yang berasal dari luar hingga menjadi sesuatu yang menjadi milik subjek sendiri. Aktivitas Superego sebagai dasar hati nurani saat menyatakan diri dalam konflik dengan Ego yang dirasakan dalam emosi seperti rasa bersalah, menyesal, dan sebagainya. Termasuk di sini observasi diri, kritik diri inhibisi. Jika Superego mempertimbangkan orang lain, maka Id dan Ego bersifat egois. Konsekuensi teori ini terhadap psikoanalisis adalah konflik tidak lagi dianalisis sebagai pertentangan antarnaluri, melainkan pertahanan Ego terhadap dorongan naluriah (Benson dan Grove, 2000)

Teori Freud lain yang penting adalah tahap perkembangan psikoseksual. Terdapat lima tingkatan, yakni:  Oral  (0-2 tahun)  Anal  (2-3 tahun)  Phallic  (3-6 tahun), Latency  (6-11 tahun), dan  Genital  (11+ tahun). Tiga tingkatan awal berperan penting bagi perkembangan kepribadian manusia (Papalia dan Olds. 1992:24). Masing-masing tahap memiliki keinginan akan kepuasan sendiri dan berada pada bagian tertentu organ tubuh. Kepuasan seksual melalui mulut dirasakan manusia saat berada pada tahap oral.  Seorang bayi kebutuhan primernya akan makan erpuaskan dengan menyusui. Kepuasan oral ini menjadikan bayi optimistik dan mempunyai rasa percaya diri.

Selama tahap anal, kepuasan  seorang  anak terfokus pada organ  anusnya  dan ia belajar mengendalikan fungsi organ pembuangan tersebut. Pada tahap phalik, anak lelaki dan perempuan tertarik pada phallus, dan khawatir dikebiri pada anak lelakiserta sebaliknya merasa sudah pada anak perempuan. Kecenderungan bermain-main dengan organ kelamin menguat pada masa ini. Anak pun sadar dengan kelamin yang dimilikinya dan perbedaan dengan lawan jenisnya. Pada tahap ini pula seorang anak laki-laki bisa memiliki ketertarikan seksual terhadap ibu kandungnya dan disebut dengan Oedipus Complex. Istilah tersebut berasal dari mitologi Yunani tentang tokoh Oedipus Rex.  Kemudian anak sesuai jenis kelaminnya mengidentifikasi jenis kelamin dirinya dengan cara meniru sikap, fungsi, dan peran ayah atau ibunya. Tahap laten yang berlangsung hingga awal pubertas, ditandai kesiapan memasuki tahap genital. Setiap individu menyadari orientasi seksual terhadap lawan jenisnya. Dalam hal ini Freud menganggap daerah kelamin manusia sudah matang dan siap menjalankan proses reproduksi sebagai bentuk menjaga kelangsungan hidup manusia (Adams. 1996:180).

Pengaruh psikoanalisis diserap juga dari kolega Freud yang berasal dari Swiss, akni Carl Jung. Teori Jungian tentang alam tidak sadar (Id) yang ada dalam psike  (seluruh kepribadian manusia) terdiri atas taraf tak sadar personal yang berisi pengalaman-pengalaman yang terlupakan dan  taraf tak sadar kolektif yang berupa hasil peninggalan dari proses duniawi yang menyatu dengan struktur otak dan syaraf simpatetik. Salah satu aspek taraf tak sadar personal adalah  kompleks, yang mempunyai otonomi, daya pengendali, dan dapat mengendalikan pikiran dan tingkah laku manusia, serta bersumber dari taraf tak sadar kolektif. Isi dari taraf tak sadar adalah  arketipe  yang terdiri atas topeng (persona), sisi jahat dari aku (shadow), sifat kewanitaan dalam pria dan kepriaan dalam wanita (anima  dan  animus), Aku (self), serta sikap-sikap yang ekstrovert an introvert. Teori Jung tentang arketipe sebenarnya berkenaan dengan tema universal yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan didasari kebudayaan dan bentuk kehidupan nenek moyangnya di masa lampau dan sepenuhnya berlangsung dalam taraf tak sadar. 

Psike yang berisi alam tidak sadar (Id) tidak hanya dapat diwujudkan sebagai simbol figuratif yang signifikan dan berlaku universal, melainkan dapat juga berupa arketipe yang abstrak. Jung mencontohkan bagaimana epanjang sejarah alam tidak sadar diungkapkan berulang-ulang dalam wujud yang disebutnya mandala, yakni pola rumit yang memiliki bentuk terbagi empat bagian. Wujud arketipe (ide atau cara berpikir yang didapat dari pengalaman seseorang, dan tetap ada dalam alam sadarnya, serta mempengaruhi persepsinya tentang dunia) yang lain misalnya adalah  phallus, sebuah bentuk biologis yang berhubungan dengan mitos kesuburan pria. Dikaitkan dengan ketidaksadaran kolektif, Jung menyatakan dalam pengantar “Psychology and Alchemy”, bahwa hal tersebut sering tampak ganjil dan menakutkan dalam mimpi dan khayalan.ahkan kesadaran yang paling rasional tidak dapat mengatasi mimpi buruk, dan
juga tidak dapat mencegah dorongan kehendak yang aneh-aneh

Pandangan Jung mengenai seni hampir sejalan dengan Freud, yakni sebagai bentuk penyaluran cinta dan nafsu seksual. Jung juga berpandangan bahwa libido merupakan energi proses hidup dan hasrat seksual hanyalah salah satu aspeknya, berbeda dengan Freud yang memandang sublimasi sebagai semata-mata enyaluran hasrat birahi. Metoda penyembuhan ala Freud yang membantu pasien memahami dan mengatasi masalahnya tetap dipakai dalam psikiatri hingga kini. Kajiannya, dengan kritis diikuti oleh pakar lainnya seperti Alfred Adler (Psiko-individual), Carl Jung, Karen Horney, Erich Fromm, Jacques Lacan, D. W. Winnicott, dan Erik Erikson. Meskipun terdapat para penerus yang disebut New Freudian, dalam bidang psikologi kajiannya sering diabaikan. Karl Raimund  Popper yang dikenal akan eori kritis atas determinisme historis, misalnya, menganggap psikoanalisis “tidak ilmiah” dan “tidak dapat diuji”. 

D.Simpulan

            Terminologi Scannography Angki Purbandono dalam persfektif Psikoanalisis diatas, memberikan gambaran atas keterkaitan antara karya seni dengan kejiwaan senimannya, karena karya seni merupakan cerminan yang ada pada diri seniman. Hal tersebut menjelaskan bahwa suatau karya seni tidak bisa lepas dari latar belakang senimannya, karya sangat dipengaruhi oleh pola pikir, kejiwaan dan kedewasaan penciptanya. Namun visual yang muncul tidak selalu identik dengan kejiwaan seniman, sebab ekpresi yang dilakukan seniman bukan hanya semata apa yang ada dalam dirinya tetapi juga kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya.

Selain permaslahan personal karya seni juga merupakan kritik terhadap kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat, baik secara global maupun sempit seni merupakan reflesi sosial. Seniman yang tertindas secara politik tentu akan banyak menggambarkan kebobrokan politik yang dirasakannya, sedangkan seniman yang berada dalam kesulitan secara finansial, tentu akan menggambarkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kesulitan hidup ekonomi yang dihadapi. Tetapi tidak semuanya menjadi patokan dalam menginterprestasi karya seni, tetapi stimulan yang dialami oleh seniman jelas akan sangat berpengaruh pada diri dan karya yang dibuatnya.


Syamyatmoko, 8 Juni 2014

E. Daftar Pustaka

Adams, Laurie Schneider, The Methodologies of Art An Introduction, Westview Press, Colorado, 1996.

Benson, Nigel C dan Simon Grove, (Terjemahan Medina Chodijah),  Mengenal Psikologi for Beginners, Mizan, Bandung, 2000.

FREUD, Sigmund, (Terjemahan Yuli Winarno), Kenangan Masa Kecil Leonardo da Vinci, Jendela, Jogjakarta, 2002.

PAPALIA, Diane E dan Sally Wendkos Olds, Human Development, McGraw-Hill Inc, New York, 1992.

YULIMAN, Sanento, (editor Asikin Hasan), Dua Seni Rupa Serpihan,Yayasan Kalam, Jakarta, 2001.

Sumber Lain

Katalog Solo Exhibition, Angki Purbandono, 2 folder from Japan, ViviYip artroom 2, Jepang, 2005.

Microsoft Encarta Encyclopedia (artikel tentang Sigmund Freud dan psikoanalisis), Edition, 2002.

Websters Encyclopedia Deluxe (“Versatile Quality Copier”Sonia Landy Sheridan), Edition, 2000.


http://en.wikipedia.org, (History of scanography)

0 komentar:

JASA FOTOGRAFI PROFESIONAL PEKANBARU